Apa beda WLL dengan Flexi?
Sumber: Kompas- Kamis, 16 September 2004
Oleh: Anton Timur
SETAHUN sudah TelkomFlexi hadir memenuhi kebutuhan telekomunikasi masyarakat, karena jaringan telepon tetap yang menggunakan kabel tembaga kini tak lagi banyak tersisa. Masyarakat yang mengharapkan sambungan telepon rumah mau tak mau harus menggunakan Flexi.
MESKI terasa kurang sreg, masyarakat mulai antusias memanfaatkan Flexi. Anggapan bahwa teknologi dan kualitas Flexi identik dengan WLL menjadi salah satu penyebab mengapa orang kurang sreg.
Pertanyaan yang sering mengemuka apakah Flexi menggunakan teknologi yang sama dengan WLL atau berbedakah Flexi dengan WLL? Sebagian pelanggan telekomunikasi di Indonesia memang masih trauma pada kualitas layanan WLL yang dulu ditawarkan semasa KSO (kerja sama operasi) di beberapa Divisi Regional (divre) PT Telkom.
Wireless local loop (WLL) adalah sistem telekomunikasi yang menggunakan sinyal radio sebagai pengganti kabel tembaga (copper). Teknologi WLL juga sering disebut dengan radio in the loop (RITL) atau fixed-radio access (FRA). Secara umum WLL bisa diimplementasikan menggunakan beberapa teknologi tanpa kabel, yaitu seluler analog, seluler digital, dan personal communication network (PCN)/personal communication service (PCS).
Ada tiga sistem seluler analog yang dulu dikenal luas, yaitu advanced mobile phone system (AMPS), nordic mobile telephone (NMT), dan total access communication system (TACS). Namun, seluler analog mempunyai kapasitas yang terbatas sehingga kurang cocok dipakai sebagai platform WLL.
Kemudian muncul seluler digital, seperti global system for mobile communication (GSM) dan code divison multiple access (CDMA). Meski GSM mendominasi implementasi seluler bergerak, namun GSM jarang digunakan sebagai solusi WLL. Penyebabnya arsitektur GSM sejak awal dirancang untuk melayani daerah perkotaan dan kurang efisien diterapkan di daerah dengan kepadatan telepon rendah.
Pada saat yang hampir bersamaan teknologi CDMA generasi awal (IS 95A, IS 95B, dan CDMAOne) kemudian hadir. Dengan kapasitas yang lebih besar dari GSM, CDMA ini mulai diimplementasikan di berbagai negara-termasuk Indonesia-dan mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat.
Alternatif terakhir teknologi WLL berupa PCS/PCN, yang merupakan protokol yang menggabungkan elemen seluler digital dan standar cordless. Tujuannya untuk memberikan layanan wireless dengan mobilitas rendah yang menggunakan antena berdaya kecil dan handset yang ringan. Salah satu model PCS/PCN adalah personal handyphone system (PHS).
WLL yang dibangun oleh Mitra KSO sebagian besar menggunakan teknologi PHS yang mulai berkembang di Eropa dan Jepang sekitar tahun 1995. Di negeri Matahari Terbit perkembangan PHS sangat pesat, hanya dalam waktu dua tahun pelanggannya telah mencapai tujuh juta.
Prestasi yang mengesankan ini membuat para Mitra KSO Telkom di Indonesia saat itu tertarik menggunakannya. Hampir semua wilayah operasi KSO kemudian membangun jaringan telepon tetap dengan teknologi WLL karena nilai investasinya memang lebih rendah daripada jaringan kabel tembaga dan pembangunannya relatif cepat.
Mitra KSO semula berharap solusi WLL akan mendatangkan keuntungan yang signifikan sekaligus segera menyelesaikan target pembangunan ratusan ribu satuan sambungan telepon (SST) seperti disyaratkan dalam perjanjian KSO. Namun kenyataan di lapangan jauh dari harapan semula, perencanaan yang kurang matang dan proses alih teknologi yang setengah hati menyebabkan kualitas dan layanan WLL tak sebagus di negeri asalnya.
Sebenarnya WLL yang berbasis PHS merupakan teknologi tepat guna untuk daerah pinggiran perkotaan dan pedesaan (sub-urban), serta daerah terpencil (rural) yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk rendah. Kemampuan PHS cukup bagus karena tiap cell station (CS) mampu melayani sampai dengan 11 pembicaraan dalam waktu yang bersamaan.
WLL/PHS berada pada rentang frekuensi 1900,25 MHz sampai dengan 1915,55 MHz. Dengan alokasi frekuensi selebar 15 MHz ini sebenarnya sangat cukup memenuhi kebutuhan telekomunikasi masyarakat. Stigma buruk yang melekat pada WLL/PHS membuat Telkom berupaya mengembangkan teknologi nirkabel lain yang lebih canggih, CDMA 2000-1x dengan brand TelkomFlexi.
TelkomFlexi
CDMA 2000-1x yang menjadi platform Flexi merupakan sistem teknologi telekomunikasi tanpa kabel terbaru dengan berbagai kemampuan menjawab kebutuhan komunikasi masa depan. Jika dilihat dari kurva teknologi, CDMA2000-1x merupakan generasi ketiga (3G) setelah telepon seluler analog dan CDMA generasi awal. Teknologi ini menggunakan teknik penyebaran spektrum (spread spectrum) dengan kode-kode unik secara acak.
Awalnya digunakan oleh kalangan militer karena kebal terhadap gangguan (antijamming) dan bebas penyadapan (anti-intercept). Kemudian Qualcomm, sebuah vendor telekomunikasi dari Amerika Serikat, mengembangkan lebih lanjut untuk kepentingan sipil hingga tercapai standar CDMA 2000-1X pada bulan Maret 2000.
Selain kebal gangguan dan anti penyadapan, kualitas suara CDMA2000-1x juga lebih jernih serta aman bagi kesehatan karena radiasi gelombang radio yang dipancarkan relatif lebih rendah dibanding teknologi nirkabel lainnya. CDMA2000-1x juga pas untuk melakukan komunikasi data karena mampu melewatkan data berkecepatan tinggi. Selain itu mempunyai fitur-fitur layaknya dimiliki teknologi seluler GSM, misalnya SMS, CLIP, voice mail, call forwarding, call waiting, dan lain-lain.
Kekhawatiran masyarakat bahwa kualitas layanan dan teknologi yang digunakan Flexi sama dengan WLL semasa KSO (PHS) tidak perlu lagi terjadi karena Flexi lebih bagus. Dibutuhkan waktu untuk pembelajaran teknologi CDMA2000-1x agar dapat diterima masyarakat, tetapi yakin Flexi akan semakin dirasakan sebagai solusi telekomunikasi yang paling tepat.
Anton Timur (antontimur@yahoo.com), Praktisi Telekomunikasi
0 Komentar:
Post a Comment
<< Home