1/05/2005

Infrastruktur Broadband di Bandung

Source: Pikiran Rakyat-Kamis, 04 Maret 2004
Ole: Anton Timur

TEKNOLOGI informasi dan komunikasi (infokom) berkembang semakin pesat. Hal itu dipicu adanya internet protocol (IP) dan munculnya aplikasi-aplikasi baru yang kian inovatif. Indikasi ini bisa dilihat dari semakin meluasnya penggunaan e-mail, chatting, messaging, dan web sebagai sarana berkomunikasi serta berbagi informasi.
Gejala ini juga terasa di kota Bandung, masyarakat mulai marak memanfaatkan internet untuk mendukung kegiatan produktifnya, terutama di perkantoran dan warung internet (warnet). Namun, seiring dengan bertambahnya pengguna internet di kota Bandung, sementara keberadaan infrastruktur infokom masih terbatas, maka perlu segera dilakukan langkah-langkah pembangunan infrastruktur jaringan infokom pita lebar (bandwidth) berkecepatan tinggi atau biasa disebut dengan broadband.
Tujuan pembangunan infrastruktur broadband ini bertujuan untuk mengantarkan kota Bandung menjadi kota multimedia. Memang, tidak ada definisi pasti tentang kota multimedia (multimedia city). Secara umum, penulis mengartikannya sebagai 'kota pintar' atau intelligent city yang memiliki sistem, infrastruktur, jaringan, sarana dan prasarana yang mendukung teknologi infokom untuk menopang perkembangan masyarakat.
Dalam kerangka kerja pengembangan infrastruktur komunikasi Program Nusantara-21 (N-21) yang dirancang oleh beberapa pakar telematika nasional, kota multimedia merupakan pusat kegiatan ekonomi yang memiliki jalan raya informasi dalam kota yang handal dan menyediakan jalur-jalur akses yang lengkap ragamnya dan cukup ketersediaannya. Dengan demikian masyarakat di kota multimedia tersebut dapat melakukan kegiatan produktifnya melalui transaksi informasi secara cepat dan handal.
Salah satu contoh kota multimedia adalah 'Cyber Jaya', sebuah kota di negeri jiran Malaysia. Cyber Jaya memiliki konsep 'a city where man, nature and technology live together in harmony,' atau sebuah kota di mana manusia, alam dan teknologi seiring sejalan dalam keselarasan.
Terbukti, program kota multimedia ini mampu menarik banyak investor asing yang potensial untuk menanamkan modalnya di negara tersebut. Memang dalam beberapa hal terdapat perbedaan yang membuat Bandung dan Cyber Jaya sulit untuk dibandingkan begitu saja. Namun demikian kita masih dapat mempelajari strategi kota ini untuk menjadi kota multimedia.
Perencanaan
Tahapan pembangunan infrastruktur broadband di kota Bandung bisa dibagi menurut layer atau lapisan jaringan infokom tersebut, yaitu akses, transportasi, dan layanan atau aplikasi. Jaringan akses bisa diibaratkan sebagai jalan raya yang akan dilewati oleh informasi. Jaringan transportasi merupakan kendaraan yang menjadi pengangkut informasi tersebut, sedangkan layer service atau aplikasi adalah pengelola lalu lintas informasi serta berbagai aktivitas yang bisa dilakukan oleh informasi tersebut.
Ada berbagai macam jaringan akses di kota Bandung, terdiri dari jaringan kabel (wireline) dan nirkabel (wireless). Contoh jaringan kabel diantaranya kabel tembaga, koaksial, atau serat optik, sedangkan jaringan nirkabel, misalnya menggunakan microwave pada frekuensi 2,4 GHz yang banyak dipakai oleh warnet.
Frekuensi 2,4 GHz ini bersama frekuensi 5,8 GHz dan 24 GHz sebenarnya termasuk dalam band ISM untuk keperluan instrumentasi, ilmiah, dan kesehatan. Meskipun penggunaan frekuensi ISM ini untuk keperluan komersial masih menjadi perdebatan, kalangan warnet maupun sektor usaha lainnya lebih menyukai jenis akses nirkabel ini. Selain harga perangkatnya semakin murah, mereka merasa mandiri dan terbebas sama sekali dari operator telekomunikasi untuk membangun jaringan broadband. Tetapi, konsekuensinya bisa diduga, frekuensi 2,4 GHz menjadi crowded atau penuh sesak dan saling berinterferensi, sehingga koneksi yang diterimapun menjadi kurang optimal.
Menurut penulis, perlu komitmen yang jelas dan perencanaan yang lebih matang di antara pengguna akses nirkabel tersebut, sehingga berbagai persoalan tadi dapat diatasi dengan baik.
Sebenarnya pemanfaatan akses nirkabel ini bisa diperluas dengan membangun beberapa titik akses internet nirkabel untuk umum (hotspot) di berbagai lokasi strategis di kota Bandung, sehingga masyarakat dapat menggunakan koneksi internet berkecepatan tinggi dengan murah dan nyaman, tanpa perlu mencari saluran telepon untuk melakukan dial up.
Misalnya penempatan hotspot di sentra-sentra bisnis atau pusat perbelanjaan, sehingga mampu menunjang mobilitas masyarakat untuk mengakses internet.
Pada kenyataannya sebagian besar jaringan akses di kota Bandung masih didominasi kabel telepon yang terbuat dari tembaga. Kegunaannya terbatas untuk komunikasi suara atau dial up internet berkecepatan rendah. Untuk melewatkan suara dan informasi berkapasitas besar melalui kabel tembaga, operator telekomunikasi harus meningkatkan teknologinya dengan menggunakan Digital Subscriber Access (DSL).
Melalui teknologi ini dilakukan penambahan perangkat di sisi sentral telepon otomatis (STO) yang dinamakan dengan Digital Subscriber Line Access Multiplexer (DSLAM). Sedangkan di sisi pelanggan dipasangi modem Digital Subscriber Access (DSL). Kecepatan data yang diraih bisa mencapai 2 megabit/second (Mbps), tergantung kualitas kabel tembaga, jarak pelanggan dari STO serta besarnya bandwidth yang disediakan oleh ISP atau penyedia layanan internet.
Model jaringan akses lainnya yang bisa diimplementasikan di kota Bandung adalah Metro Access Network (MAN). Tidak seperti DSL, jaringan MAN berbasis serat optik, sehingga kecepatan data yang diperoleh bisa mencapai puluhan megabit/second (Mbps) atau puluhan juta bit tiap detiknya.
Konsep ini menerapkan prinsip 'ethernet everywhere' atau seluruh titik akhir jaringan akses berupa saluran ethernet yang digunakan untuk komunikasi suara, data, maupun video berkualitas tinggi. Hal ini dimungkinkan karena kapasitas serat optik sangat besar dan tahan terhadap berbagai gangguan sinyal. MAN cocok untuk diimplementasikan pada gedung-gedung bertingkat, misalnya gedung perkantoran, hotel, mal, dan apartemen.
Investasi untuk pembangunan MAN sangat besar sehingga pemilihan lokasinya harus selektif, misalnya sentra bisnis dan jasa di sekitar Jln. Asia Afrika maupun kawasan Dago.
Alternatif lain yang bisa dipilih adalah jaringan Hybrid Fiber and Coax (HFC). Jaringan HFC merupakan kombinasi antara serat optik di sisi jaringan primer dan sekunder dengan kabel koaksial ke sisi pelanggan. Tujuannya untuk menurunkan biaya investasi penggelaran jaringan serat optik yang sangat besar, namun masih dapat melayani broadband dengan kualitas dan kapasitas mendekati jaringan optik seperti pada MAN.
Kondisi jaringan transportasi eksisting di kota Bandung masih belum memadai untuk kebutuhan broadband, mengingat kanalnya masih sempit dan lebih banyak digunakan untuk komunikasi suara. Langkah PT Telkom Divre III untuk membangun Regional Metro Junction (RMJ ) di kota-kota besar di Jawa Barat dan Banten, termasuk Bandung, akan memperlebar jaringan transportasi yang sudah ada, dan bisa dijadikan embrio untuk membuat 'jalan raya' informasi (information highway) di kota Bandung.
RMJ ini juga sejalan dengan konsep Next Generation Network (NGN) atau disebut juga dengan jaringan telekomunikasi masa depan yang menyatukan seluruh layanan broadband, baik suara, data, maupun gambar bergerak diatas platform jaringan berbasis paket (packet switch). Pada NGN, kendali jaringan dilaksanakan oleh Softswitch, menggantikan sentral telekomunikasi eksisting yang masih berbasis penyambungan sirkuit (circuit switch).
Apabila seluruh infrastruktur infokom telah dibangun, maka berbagai aplikasi untuk mendukung aktivitas produktif masyarakat bisa dikembangkan dengan lebih mudah, misalnya pelayanan pemerintah kota dalam satu atap melalui media online atau e-government, pemantauan kesehatan masyarakat jarak jauh atau telemedicine, dan konsep pendidikan yang menyertakan teknologi infokom dalam proses belajar mengajar di sekolah yang disebut juga dengan smart school atau smart campus.
Aplikasi lain yang bisa diterapkan adalah Multi Purpose Card, yaitu menggabungkan semua jenis layanan masyarakat dalam satu kartu. Misalnya kartu tanda penduduk (KTP) yang juga bisa berfungsi sebagai kartu ATM maupun sebagai Surat Ijin Mengemudi (SIM).***

Anton Timur, ST., Pemerhati Telekomunikasi.

0 Komentar:

Post a Comment

<< Home