1/05/2005

Wireless Fidelity versus CDMA 2000

Source: Bisnis Indonesia, 10 Agustus 2004
Oleh: Anton Timur

Perkembangan teknologi digital yang begitu pesat membuat konvergensi antara teknologi telekomunikasi dengan Internet menjadi tak terelakkan lagi. Munculnya teknologi Wireless Fidelity (WiFi) yang begitu fenomenal memberikan harapan baru untuk melakukan komunikasi data nirkabel berkecepatan tinggi. Namun, berbagai kelemahan WiFi membuat teknologi ini seakan tersekat hanya untuk melayani area di sekitar titik akses (hotspot) saja. Standar WIMAX yang diharapkan dapat mengeliminasi berbagai kelemahan WiFi ternyata masih butuh waktu lama untuk mencapai tahap komersialisasi. Untunglah teknologi CDMA2000 kemudian hadir dengan berbagai kelebihan dan kemampuan koneksi data setara WiFi. Peluang bisnis komunikasi data nirkabel tampaknya sangat cerah. Menurut prediksi Qualcomm, demand komunikasi data nirkabel pada 2006 akan melampaui 200 megabytes tiap pengguna tiap bulan, berdasarkan asumsi makin meningkatnya kecepatan data nirkabel, perbaikan perangkat nirkabel, aplikasi, dan akses. Perkiraan tersebut bisa saja meleset tapi pertumbuhan bisnis data dan internet dari tahun ke tahun cenderung makin meningkat. Salah satu acuan yang bisa diambil adalah pendapatan usaha PT Telkom dari data dan Internet. Pada 2001 Telkom memperoleh pendapatan dari data dan Internet sebesar Rp 673 miliar, setahun kemudian meningkat menjadi Rp1,5 triliun, dan melonjak menjadi Rp3,1 triliun di akhir 2003. Sungguh fantastis. Pendapatan data dan Internet ini berada di urutan ke empat setelah telepon tetap, telepon bergerak, dan interkoneksi. Bukan tidak mungkin, pendapatan data dan internet akan menyalip interkoneksi atau bahkan telepon tetap beberapa tahun mendatang. Broadband nirkabel Ada beberapa pilihan teknologi nirkabel berkecepatan tinggi yang bisa dikembangkan operator. Namun, ada dua teknologi nirkabel yang begitu fenomenal kehadirannya, yaitu WiFi dan CDMA 2000. Pertumbuhan WiFi yang begitu pesat tak lepas dari pandangan bahwa WiFi mampu melewatkan data broadband yang melebihi kecepatan teknologi generasi ketiga (3G) dalam dunia telekomunikasi. Tapi dalam banyak kasus hal ini tidak selalu terpenuhi. Sebagai contoh standar 802.11b -salah satu standar WiFi yang banyak digunaka-mempunyai kecepatan data teoritis 11 Mbps. Pada kenyataannya, hampir setengah bandwidth yang tersedia digunakan untuk overhead sinyal radio. Sisa bandwidth 5,5 Mbps ternyata juga hanya bisa dicapai jika pengakses WiFi berjarak sangat dekat dengan access point. Kebanyakan operator WiFi diperkirakan melewatkan data dari jaringan Internet ke access point menggunakan jaringan E1 yang mempunyai kecepatan 2 Mbps atau malah melalui ADSL yang hanya berkecepatan 384 Kbps. Jika kita asumsikan koneksi backhaul ke jaringan Internet menggunakan ADSL maka kecepatan WiFi tinggal sekitar seratus kilobits per second (Kbps) saja karena kecepatan 384 Kbps tersebut akan menurun akibat berbagai sebab, misalnya pelemahan dan gangguan sinyal. Sebagai perbandingan, jaringan CDMA2000-1X EV DO (Evolution Data Optimized) secara konsisten dapat melewatkan 500 kbps, sedangkan pada CDMA2000-1X dapat mengirimkan data dengan kecepatan rata-rata 60-100 kbps. Sehingga secara umum pada kondisi traffic data normal maka kecepatan data CDMA setara dengan WiFi. Daerah cakupan Cakupan (coverage) wilayah yang dilayani WiFi pada sebuah access point hanya berjarak sekitar 60 meter sehingga dibutuhkan ratusan access point untuk menjangkau area yang lebih luas, misalnya perkotaan. Bandingkan dengan CDMA2000 yang mempunyai jangkauan sebuah Base Transceiver Station (BTS) sampai dengan 3 km. Pada kondisi line of sight (LOS) jarak jangkaunya bisa lebih jauh lagi. Bisa dibayangkan, CDMA mampu membuat area hotspot yang sangat luas tak hanya terbatas area sebuah kafe atau gedung perkantoran saja seperti halnya pada WiFi. Ini jelas sangat menguntungkan dan mempercepat pertumbuhan koneksi internet. WiFi sebenarnya cukup rentan terhadap interferensi atau gangguan yang disebabkan oleh frekuensi dari perangkat elektronik lain. Penyebabnya, WiFi beroperasi pada spektrum tak berlisensi (2,4 GHz) yang dikenal sebagai daerah berfrekuensi sangat padat. Berbagai peralatan elektronik bisa mengganggu kinerja WiFi, misalnya Bluetooth, telepon cordless atau bahkan oven microvave. Gangguan ini tentu saja merugikan karena mengurangi kualitas sinyal yang dipancarkan access point sehingga dapat menurunkan kecepatan koneksi Internet yang sedang dilakukan pengguna WiFi. CDMA2000 menggunakan frekuensi yang berlisensi, yaitu 800 MHz dan 1900 MHz. Meski juga tak bebas gangguan dan interferensi namun alokasi frekuensi yang resmi tersebut tidaklah sesesak pada 2,4 GHz. Isu lain pada WiFi adalah masalah keamanan jaringan. Meski telah tersedia standar keamanan WiFi Protected Access (WPA) atau WEP namun penyusupan masih sering terjadi. Pengamatan selama dua hari pada sebuah area hotspot yang pernah dilakukan AirDefense - sebuah vendor security - menunjukkan bahwa sebanyak 141 access point tidak terenkripsi, 149 kali usaha untuk menyadap pengguna lain, 105 kali serangan denial of service (DOS), dan lebih dari 36 jenis serangan lainnya. Pada CDMA2000, penyusupan yang tidak sah dapat diminimalisasi karena teknologi ini mempunyai tingkat keamanan yang tinggi. Tiap informasi melalui CDMA2000 dilindungi kode-kode enkripsi yang berlapis meskipun tidak bisa dijamin 100% aman. Untuk mengatasi kekurangan WiFi, beberapa industri perangkat wireless dan chip-chip komputer dari seluruh dunia kemudian bergabung untuk membuat standar interkoneksi antar teknologi broadband wireless access (BWA) yang mereka miliki pada produk-produknya. Hasilnya berupa standar BWA yang dikenal dengan nama Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX). WIMAX merupakan penggabungan antara standar IEEE 802.16 dengan standar ETSI HiperMAN. Salah satu keunggulannya, teknologi ini mempunyai area coverage sejauh 50 km, baik untuk indoor maupun outdoor. Jadi pengguna notebook yang sering berpindah tempat tak perlu khawatir kehilangan koneksi internet. Sayangnya, masih dibutuhkan waktu bagi teknologi ini untuk masuk pasaran. Penantian ini segera di penuhi oleh teknologi CDMA2000 yang menawarkan layanan dan kemampuan yang setara dengan WIMAX. Jadi time to market CDMA2000 jelas lebih cepat dari WiMAX. Biaya Investasi Sejumlah paparan tadi bukan berarti komunikasi data nirkabel melalui jaringan CDMA2000 tidak mempunyai kekurangan dan kendala saat implementasi hingga siap ditawarkan kepada konsumen. Biaya investasi CDMA2000 jelas lebih besar daripada WiFi. Hal ini karena infrastruktur CDMA lebih kompleks dan rancangan awalnya untuk mengakomodasi layanan suara. Untuk membangun BTS - BTS jaringan CDMA2000 tidaklah semurah biaya pembelian beberapa perangkat access point untuk area hotspot tertentu. Apalagi jika CDMA2000 tersebut beroperasi pada frekuensi 1900 MHz yang membutuhkan lebih banyak BTS dibandingkan jika beroperasi pada 800 MHz. Pada frekuensi tersebut sinyal CDMA2000 juga tidak terlalu kuat di lokasi indoor sehingga masih harus ditambah beberapa repeater atau perangkat penguat sinyal lainnya. Dengan demikian WiFi memang lebih unggul dan efisien untuk komunikasi data nirkabel dalam jaringan private, misalnya perkantoran atau kampus, sedangkan CDMA2000 lebih sesuai untuk area yang lebih luas. Kombinasi dari kedua teknologi ini lebih optimal karena keduanya bisa saling menutup kekurangan masing-masing.

Anton Timur, Praktisi telekomunikasi

1 Komentar:

Blogger Unknown said...

Kalau saya lihat dari artikel Anda, itu berarti teknologi WiMAX masih lama ya pak. Padahal saya sendiri menantikan teknologi tersebut. Karena teknologi yang ada masih kurang begit memuaskan. Contoh jaringan 3G (UMTS, WCDMA) yang dulunya dijanjikan dengan kecepatan 2.4 Mbps, ternyata hanya dijatah cuma 384 Kbps (hanya sekelas ADSL). Sedangkan teknologi di atasnya 3,5G (HSDPA) masih, ditinjau dari harga koneksi dan devicenya (modem) yang masih mahal (masih sekitar 1 juta ke atas).
Saya sendiri adalah pengguna internet yang aktif, dan sangat menginginkan koneksi internet yang murah dan cepat. Saya pernah mencoba koneksi 3G telkomsel untuk internet (telkomsel flash) menggunakan Nokia 7600 (dengan teknologi WCDMA). Hasilnya saya mendapatkan kecepatan 384 Kbps. Yang kurang mengenakkan adalah dari sisi biayanya. Koneksi permenit Rp. 350 (1 jam --> 350 x 60 = 21000). Anehnya lagi, harganya dipatok sama (GPRS, 3G, dan 3,5G), padahal kecepatannya berbeda. Kita tau sendiri kecepatan 3,5G (HSDPA) hampir 10x dari 3G, sedangkan GPRS hampir 1/31 kalinya 3,5G. Hal ini jelas merugikan pengguna yang memiliki koneksi lebih lambat (3G dan GPRS), karena dengan kecepatan yang berbeda mendapatkan harga yang sama.
Saya sendiri berharap Indonesia memiliki koneksi internet yang murah dan cepat. Jangan sampai ketinggalan dengan negara yang lain. Karena akses informasi lewat internet sangat mendukung perkembangan pendidikan di Indonesia dan sektor2 yang lain.

Fakhrulhilal Maktum
Y!M rilvo

10:37 AM  

Post a Comment

<< Home