9/27/2006

Mencari Konten 3G Unggulan

Oleh: Anton Timur

Demam 3G (triji) sepertinya sedang melanda dunia telekomunikasi Indonesia. Di mana-mana orang membicarakan 3G, sebuah sistem komunikasi seluler generasi ketiga – setelah telepon seluler analog dan seluler GSM- dengan kemampuan untuk memberikan layanan multimedia interaktif serta transfer data berkecepatan tinggi. Betapa tidak, kini kelima operator yang telah mengantongi lisensi 3G –Telkomsel, Indosat, Excelcomindo, Cyber Access Communication (CAC) / Hutchison CP Telecom Indonesia (HCPT), dan Natrindo Telepon Seluler (NTS) - menyatakan siap untuk segera menggelar layanan seluler berteknologi masa depan tersebut dalam waktu dekat.
Sejatinya 3G bukanlah teknologi yang sepenuhnya terbentuk atas dorongan keinginan dan kebutuhan konsumen seluler (market driven) melainkan lebih didominasi oleh usaha vendor (pabrikan jaringan maupun handset) dan operator untuk meningkatkan kemampuan teknologi seluler yang ada sekarang ini (technology driven). Operator 3G bukan tidak menyadarinya. Dengan hanya mengandalkan kemampuan penguasaan teknologi jaringan 3G dan aplikasi yang ada didalamnya saja tidaklah cukup. Pengalaman penggelaran 3G di Malaysia bisa menjadi contoh. Menurut laporan IDC pada tanggal 7 Agustus 2006, dua operator 3G di Malaysia – Maxis dan Celcom – hanya mampu mendapatkan 61.030 pelanggan sampai dengan akhir tahun 2005 atau tujuh bulan sejak peluncuran 3G di negeri jiran tersebut. Layanan 3G cenderung lamban direspon oleh konsumen seluler. Masalah ini ternyata juga dialami oleh operator 3G di negara-negara Eropa maupun Asia lainnya – kecuali Korea Selatan dan Jepang. Sungguh bertolak belakang dengan perkiraan sebelumnya bahwa layanan 3G akan langsung mengalami booming. Konsumen seluler ternyata sudah merasa nyaman dan familiar dengan teknologi GSM. Mereka juga belum siap dengan harga layanan 3G yang rata-rata tergolong mahal (premium) dan cenderung kurang peduli dengan teknologi baru. Dilain pihak, operator 3G kekurangan konten (content) – sebagai bagian penting dari aplikasi-aplikasi 3G. Korea Selatan dan Jepang relatif mulus menggelar 3G karena didukung oleh ribuan konten yang memperkaya aplikasi 3G. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konten memegang peranan penting dalam strategi penetrasi 3G. 3G is useless without content (3G tidak akan akan berarti apa-apa tanpa adanya konten).
Kita sebenarnya telah mengenal konten dalam seluler generasi kedua (GSM). Misalnya, dari aplikasi SMS (berbasis teks) terdapat beberapa konten yang dikembangkan, seperti kuis, horoskop, berita (news), dan lain-lain. Sedangkan dari aplikasi berbasis multimedia seperti nada dering (ring tone), nada tunggu (ring back tone), atau animasi wallpaper. Umumnya operator tidak membuat sendiri konten yang akan ditawarkan kepada konsumen seluler. Peran tersebut diserahkan kepada penyedia layanan konten (content provider). Dalam skema bisnis 3G, content provider harus membuat konten yang variatif dan inovatif agar menjadi generator (penggerak) pertumbuhan layanan 3G. Jika dianalogikan dalam dunia pertelevisian, content provider bisa disamakan dengan production house yang membuat berbagai program acara menarik sehingga mendatangkan iklan bagi stasiun televisi yang menayangkan acara tesebut.
Pada dasarnya layanan 3G merupakan kombinasi suara, teks, gambar, dan video (gambar bergerak) dengan dukungan teknologi yang berkemampuan pengiriman data sangat besar dan cepat. Hasilnya berupa berbagai aplikasi multimedia seperti video call untuk melakukan percakapan tatap muka baik personal maupun bersama-sama (conference), video streaming untuk menyiarkan televisi secara langsung (live mobile tv), menonton tayangan film berbayar (video on demand), atau mengunduh video klip musik (video download) serta koneksi internet berkecepatan tinggi (mobile broadband). Dari berbagai platform aplikasi inilah selanjutnya ditumpangkan konten 3G.
Mayoritas konten 3G berupa hiburan (entertainment), olah raga (sport), permainan (games), musik, komunitas (community), berita (news), bisnis, dan pengamatan (surveillance). Dengan kapasitas aplikasi yang lebih besar dan powerful daripada GSM, 3G bisa dieksplorasi lebih jauh untuk menghasilkan konten yang melimpah. Di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat sekitar 200 content provider dan jika diasumsikan rata-rata membuat sepuluh konten 3G maka akan ada 2000 konten yang bisa ditawarkan kepada konsumen seluler. Jumlah yang sebenarnya cukup banyak. Namun masalahnya tidak semua konten serta merta diminati oleh konsumen seluler. Hanya beberapa konten unggulan yang bakal layak dan laku dijual.
Memang tidak mudah untuk membuat sebuah konten. Diperlukan daya kreativitas yang luar biasa dan kepekaan yang tinggi terhadap dinamika perilaku konsumen seluler. Bukan itu saja, untuk menghasilkan konten unggulan juga harus memerhatikan beberapa hal berikut:

Pertama, menyesuaikan dengan selera lokal. Menurut rumus baku pemasaran produk seluler yang berlaku selama ini, konsumen hanya akan mencari konten yang menarik minatnya, mudah digunakan, menyenangkan, dengan kualitas layanan memuaskan dan harga yang pantas. Khusus untuk konsumen seluler Indonesia, rumus tersebut harus disesuaikan dengan “cita rasa” lokal. Sebuah konten mungkin laku keras di negara lain tapi bisa gagal jika ditawarkan di Indonesia. Jika ingin mengambil konten dari luar negeri maka harus lebih selektif dan disesuaikan dengan selera masyarakat Indonesia.

Kedua, mengikuti trend. Konsumen seluler Indonesia dikenal sebagai penyuka produk baru dan ingin menjadi bagian dari sesuatu yang sedang menjadi mode. Contohnya kebiasaan gonta ganti ponsel mengikuti produk keluaran terbaru. Konten yang sedang ngetrend di dunia internet – seperti friendster atau web blog - mungkin bisa diadopsi menjadi konten 3G dalam format multimedia.

Ketiga, memerhatikan target yang hendak dibidik. Karena 3G merupakan produk seluler yang sarat dengan aplikasi multimedia maka bisa diprediksi bahwa pelanggan 3G akan didominasi oleh kalangan muda yang familiar dengan komputer dan internet dengan rentang usia antara 15-40 tahun. Segmen ini terbagi menjadi kalangan profesional atau pekerja yang sudah mapan dan mahasiswa serta pelajar.

Keempat, memilih momentum yang tepat. Konten harus ditawarkan pada saat yang tepat. Operator 3G di Eropa memanfaatkan event Piala Dunia untuk menjual konten siaran televisi (live mobile tv) dengan hasil peningkatan akses konten 3G secara signifikan. Operator 3G di Indonesia juga bisa melakukannya pada saat hari-hari besar seperti Ramadhan, Idul Fitri, Natal, atau tahun baru. Momentum demam pemilihan artis atau idola baru yang ditayangkan stasiun televisi seperti Akademi Fantasi Indosiar (AFI) atau Indonesian Idol juga bisa dimanfaatkan. Konten yang ditawarkan bisa berupa real time vote call dimana pemilih bisa langsung melakukan voting dan mengetahui peringkat sang idola pada saat itu juga melalui layar ponsel.

Kelima, mengatasi tantangan aplikasi 3G. Operator 3G di Indonesia perlu bekerja keras untuk mengatasi hambatan perkembangan aplikasi atau konten 3G (lihat tabel). Banyak konten yang sebenarnya bisa diperoleh dengan bebas tanpa perlu diakses melalui 3G. Apalagi masyarakat terbiasa dengan budaya gratisan.

Aplikasi/ Konten
Tantangan
Live Mobile TV
Banyak terdapat siaran televisi yang tidak berbayar (free to air), layar ponsel 3G belum nyaman, batere cepat habis

Video on Demand
Banyak beredar CD, VCD, DVD bajakan.



Download Musik atau Video Klip
Online Games
Banyak warnet yang menyediakan games jaringan

3G VoIP
Kualitas belum terlalu bagus, regulasi belum mendukung, sudah ada VoIP melalui PSTN atau GSM

Mobile broadband
Hotspot WiFi makin banyak, beberapa ISP malah menyediakannya dengan cuma-cuma.

Tabel Tantangan aplikasi/konten 3G

Keenam, memperkenalkan konten baru (brand new content). Konten yang itu-itu saja pasti akan membosankan dan kurang menarik perhatian konsumen seluler. Perlu dibuat konten-konten baru yang belum pernah ada sebelumnya (pada seluler GSM). Namun jika dirasa masih kesulitan, dalam jangka pendek bisa diperkenalkan konten-konten lama namun diberi sentuhan multimedia. Sebagai contoh, layanan SMS bisa di up grade menjadi SMS berwarna-warni (colour SMS) untuk menggantikan teks SMS dengan warna dasar hitam (default SMS).

Ketujuh, interkoneksi konten 3G. Konten 3G menjadi menjadi lebih menarik jika dapat diakses antar pelanggan 3G yang berbeda operator. Kelima operator 3G di Indonesia niscaya tidak akan bisa hidup sendiri-sendiri. Kisah sukses SMS dan kegagalan MMS telah membuktikannya. Lebih bagus lagi jika konten milik operator 3G luar negeri dapat diakses oleh operator 3G dalam negeri. Sehingga suatu saat jika ada operator 3G Inggris menyiarkan konser musik Bon Jovi di London melalui layanan live video streaming maka kita cukup menyaksikannya di Jakarta melalui layar ponsel 3G.

Akhirnya semua kembali kepada konsumen seluler untuk memilih konten yang akan diminatinya. Operator 3G dan content provider harus bersinergi ketika mencari dan menemukan konten-konten unggulan yang akan menjadi mesin penggerak pertumbuhan 3G. Perlu diingat bahwa 3G akan menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dalam skema bisnis seluler yang tadinya mengandalkan layanan suara menjadi layanan konten.

Penulis:
Anton Timur (antontimur@telkom.co.id), Praktisi Telekomunikasi

Labels:

0 Komentar:

Post a Comment

<< Home