1/11/2005

Kampanye Melalui Internet

Sumber: Pikiran Rakyat, Selasa, 09 Maret 2004

Oleh Anton Timur, S.T.

SEIRING kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, kini sebagian partai politik (parpol) dan calon presiden (capres) yang akan berlaga dalam Pemilu 2004 memanfaatkan internet sebagai ajang kampanye. Mengapa internet? Mungkin karena internet bisa dianggap sebagai media penyebaran kepada umum, seperti halnya brosur dan selebaran. Bisa jadi, parpol dan capres enggan dibilang gaptek (gagap teknologi). Namun, parpol-parpol dan para capres tampaknya mulai menyadari bahwa internet merupakan media yang efektif untuk mendekati pemilih muda berusia 17 - 30 tahun, yang kini akrab dengan dunia internet.
Dari 24 parpol peserta pemilu 2004, belum semuanya memiliki situs web (website) resmi di internet. Padahal, website suatu parpol bisa dijadikan media untuk menyebarkan informasi tentang program partai yang dikampanyekan, jadwal dan kegiatan kampanye per hari, termasuk kesempatan tanya jawab antara pengguna internet (netter) dan juru kampanye (jurkam) atau para pengurus parpol.
Dengan model pencoblosan kartu suara pemilu seperti sekarang ini, website bahkan bisa lebih mengenalkan massa pemilih dengan para calon anggota legistalif (caleg) dan capres, melalui penayangan gambar (diam maupun bergerak) sang caleg atau capres, selama 24 jam non stop. Penayangan gambar seperti ini sebenarnya juga bisa dilakukan melalui media lainnya, misalnya televisi, namun relatif lebih mahal.
Jika membicarakan kampanye, yang segera terlintas di kepala kita adalah pengerahan massa, pawai atau arak-arakan kendaraaan bermotor dengan knalpot yang dimodifikasi sehingga memekakkan telinga. Lebih parah lagi, kerap kali diikuti dengan bentrokan antarmassa pendukung. Kampanye konvensional, melalui rapat umum dan pertemuan umum, memang cenderung rawan dan menimbulkan rasa kurang aman bagi masyarakat.
Hal ini tidak akan terjadi pada kampanye di internet. Di internet, kampanye bisa lebih aman dan terhindar dari berbagai bentuk kekerasan, sebab massa yang "menghadiri" website sebagai lokasi kampanye, tak akan bertatap muka atau bertemu secara fisik, melainkan hanya berinteraksi dengan sang jurkam dari depan layar komputer atau perangkat lain yang bisa mengakses internet.
Bagi KPU sendiri, internet bisa dijadikan salah satu media alternatif untuk menyosialisasikan Pemilu 2004. Sebenarnya KPU telah memiliki situs yang lumayan representatif (www.kpu.go.id), namun menu dan informasi yang disajikan terlalu "kaku" dan searah, sehingga terasa kurang dekat dengan netter (user friendly). Pertanyaan dari pengunjung situs tidak bisa dijawab seketika, sehingga tidak interaktif dan terkesan birokratis.
Padahal KPU memiliki Divisi Pendidikan dan Informasi Pemilu, yang seharusnya bisa mengoptimalkan websitenya untuk mendidik calon pemilih. Misalnya menjelaskan dengan lebih mudah apa yang harus dicoblos oleh pemilih, kenapa sebuah surat suara menjadi tidak sah, dan lain sebagainya. Apalagi website KPU jangkauannya ke seluruh dunia yang terhubung dengan internet, sehingga biaya sosialisasi untuk calon pemilih di luar negeri menjadi lebih murah. Tak perlu lagi anggota KPU menghambur-hamburkan uang rakyat untuk ongkos perjalanan ke luar negeri dengan alasan mengadakan sosialisasi Pemilu 2004 bagi calon pemilih yang berada di sana.
Isu menarik menyangkut kampanye di internet adalah efektivitas internet dalam mengajak pemilih untuk mengikuti anjuran parpol agar memilih salah satu caleg atau capresnya. Beberapa pihak masih menganggap internet sebagai media komunikasi antarpersonal, bukan media komunikasi massa. Oleh karena itu, beberapa partai malah sama sekali tidak mengandalkan penggunaan internet untuk menyebarkan berbagai program kerja yang akan dikampanyekan. Mereka masih akan tetap mengandalkan bentuk-bentuk kampanye seperti pada umumnya (konvensional). Alasannya, tidak ada sentuhan emosional antara penyebar informasi dan pengguna internet, karena kalimat-kalimat yang tersaji seperti di media cetak.
Alasan semacam ini jelas kurang tepat, sebab kampanye lewat internet tak hanya dapat dilakukan dengan menyajikan website saja, yang relatif statis dan komunikasinya satu arah. Perkembangan aplikasi di internet yang sangat pesat memungkinkan kampanye dilakukan secara dua arah, bahkan interaktif. Contoh paling mudah adalah pemanfaatan chatting yang kini digandrungi anak muda yang gemar internet. Dengan chatting, tanya jawab bisa dilakukan berbalasan pada saat itu juga (real time). Chatting juga tidak butuh kecepatan koneksi yang tinggi serta bandwidth yang lebar. Emosi yang diharapkan pun bisa tercipta jika sang jurkam mampu mengemas setiap program partainya dengan bahasa yang menarik, tidak membosankan, serta mudah diterima dan dipahami netter. Di samping membuat website dan chatting, kampanye di internet bisa juga dilakukan melalui pengiriman e-mail, milis (mailing list), mesagging, serta aplikasi internet lainnya.
Di Amerika Serikat (AS), suasana pemilihan kandidat Presiden AS semakin hangat berkat adanya weblog di internet. Weblog mirip dengan website, namun lebih sederhana. Isinya berupa posting (pengiriman) berita terkini yang dikirim oleh para relawan yang disebut dengan blogger. Para blogger tersebut menulis berita atau komentar apa saja yang menyangkut kandidat Presiden AS, menit demi menit, sehingga warga negara AS bisa menilai dengan lebih jernih kualitas, kemampuan dan kredibilitas sang capres yang akan dipilihnya.
Isu yang kedua adalah aturan main kampanye di internet yang belum diatur secara tegas oleh KPU. Apakah kampanye lewat internet dapat dibenarkan? Kapan batas waktu atau masa kampanye lewat internet? Apa yang dibolehkan serta apa yang dilarang saat kampanye di internet? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini semestinya harus sudah terjawab oleh KPU. Mungkin bisa dimaklumi, KPU menghadapi keterbatasan waktu dengan beban kerja yang sangat berat. Namun, di masa depan hendaknya permasalahan seperti ini harus sudah diantisipasi jauh-jauh hari.
Cepat atau lambat, masyarakat akan semakin banyak menggunakan internet, intensitasnya pun cenderung meningkat. Internet bisa mengubah opini atau turut menjadi bagian dari pengambilan keputusan masyarakat terhadap suatu masalah, termasuk Pemilu 2004.(Penulis, pemerhati infokom)***

Perkembangan Teknologi CDMA di Indonesia

Sumber: Majalah SWA edisi 25 Nov 2004
Oleh: Anton Timur

Dunia telekomunikasi di Indonesia bertambah marak dengan hadirnya beberapa operator berbasis CDMA (Code Division Multiple Access). Pilihan konsumen untuk mendapatkan alternatif layanan telekomunikasi semakin beragam tidak hanya seluler GSM atau PSTN yang lebih dulu dikenal. Meski belum sebanyak GSM, pelanggan CDMA di Indonesia diperkirakan akan semakin tumbuh mengikuti trend jumlah pelanggan CDMA global yang telah mencapai 212,5 juta pelanggan. Hal ini karena CDMA menawarkan konsep layanan komunikasi nirkabel masa depan dengan kualitas suara jernih dan koneksi data berkecepatan tinggi.
Dunia harus berterima kasih kepada Claude Shannon (1916 - 2001), seorang ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology yang berjasa menyumbangkan ide dasar CDMA berupa teknik penyebaran spektrum (spread spectrum). Awalnya CDMA digunakan oleh kalangan militer karena kebal terhadap gangguan (anti jamming) dan bebas penyadapan (anti-intercept). Pada tahun 1989 Qualcomm, sebuah vendor telekomunikasi Amerika Serikat, memperkenalkan teknologi ini untuk kepentingan sipil, tiga bulan setelah Celluler Telecommunications Industry Association (CTIA) atau asosiasi industri telekomunikasi seluler di Amerika Serikat berusaha mencari suatu sistem seluler baru untuk mengantisipasi peningkatan jumlah pelanggan seluler. Standar CDMA yang pertama adalah TIA/EIA IS-95 (Telecommunications Industry Association / Electronic Industries Association Interim Standard - 95) atau lebih dikenal dengan IS-95A. Karena dirasa masih kurang mengakomodasi layanan data maka IS-95A dikembangkan lagi menjadi IS-95B (CDMAOne) yang mampu melewatkan data hingga 64 kbps atau setara generasi seluler kedua (2G) pada GSM. Teknologi CDMA semakin matang dengan dirampungkannya standar CDMA 2000-1X pada bulan Maret 2000. Standar ini berhasil meningkatkan kapasitas suara dua kali lipat dan mampu mentransfer data berkecepatan tinggi (144 kbps) sehingga CDMA mulai diperhitungkan sebagai pesaing GSM yang lebih dulu mapan. Evolusi CDMA berlanjut dengan hadirnya CDMA2000 1xEV-DO (Evolution Data Optimized) dan CDMA2000 1xEV-DV (Evolution Data Voice). Kedua standar ini menjawab kebutuhan layanan data berkecepatan tinggi karena sanggup melesat hingga 2,4 Mbps (EV-DO) dan bahkan 3,09 Mbps (EV-DV). Peluang untuk menjadikan CDMA sebagai solusi teknologi nirkabel masa depan semakin terbuka setelah International Telecommunication Union (ITU) memilih teknologi ini sebagai platform teknologi seluler generasi ketiga (3G).
CDMA 2000-1x merupakan sistem telekomunikasi nirkabel yang mempunyai berbagai keunggulan dibandingkan teknologi seluler lainnya. Teknologi ini dirancang untuk menjawab kebutuhan komunikasi masa depan. Selain kebal gangguan dan anti penyadapan, kualitas suara yang dimiliknya lebih jernih serta aman bagi kesehatan karena radiasi gelombang radio yang dipancarkan relatif lebih rendah dibandingkan GSM. Selain mempunyai fitur-fitur standar layaknya seluler GSM, misalnya SMS, CLIP, voice mail, call forwarding, dan cal waiting, CDMA 2000-1X juga memperkenalkan berbagai aplikasi lain yang diperkirakan segera booming. Location-based services (LBS) merupakan salah satu aplikasi pemandu posisi pengguna ponsel yang terdapat pada CDMA2000. Dengan adanya LBS, operator bisa berinovasi untuk menawarkan berbagai layanan menarik, misalnya informasi lalu lintas, panduan arah jalan menuju suatu bank atau restoran terdekat dari posisi pengguna ponsel. Aplikasi baru lainnya adalah Push-to-Talk (PTT) berbasis IPRS (IP Radio System) yang diberi nama QChat. QChat merupakan layanan komunikasi suara always-on secara cepat dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya (one to one) maupun dari satu pelanggan ke beberapa lawan bicara (one to many) cukup dengan menekan tombol PTT. CDMA2000-1x juga bisa disebut sebagai salah satu teknologi broadband wireless access (BWA) karena sanggup melewatkan data berkecepatan tinggi. Kemampuannya mengirimkan data puncak hingga 3,1 Mbps (EV-DV) lebih cepat dari solusi ADSL pada broadband fixed wireline. Selain itu CDMA2000 memiliki kemampuan softer hand-off yang memungkinkan koneksi komunikasi data tetap terjaga meskipun pengguna sedang berpindah dari satu lokasi sel ke sel lainnya. CDMA2000 memang dirancang khusus untuk menunjang gaya hidup digital sehingga beragam aplikasi, seperti browsing web, m-commerce, MMS (multimedia messaging services), streaming video, games, e-mail, bahkan solusi korporasi, berjalan dengan mulus.
Operator berbasis CDMA di Indonesia hingga kini ada lima, yaitu Telkom (Flexi), Indosat (StarOne), Bakrie Telecom (Esia), Mobile-8 (Fren), dan MSI/Mandara Seluler Indonesia (Neo_n). Berbekal Keputusan Menteri Perhubungan/ KM No. 35 Tahun 2004 maka Telkom, Indosat, dan Bakrie Telecom menggunakan teknologi CDMA ini sebagai solusi telepon tetap tanpa kabel (fixed wireless access/FWA) dengan mobilitas terbatas sebagai pengganti jaringan telepon tetap berbasis kabel tembaga (fixed wireline). Mobile-8 dan MSI lebih memilih menjadi operator seluler seperti operator GSM. Dalam perkembangannya masyarakat ternyata tetap memandang FWA tak ubahnya sebagai telepon seluler sehingga kompetisi telekomunikasi nirkabel di Indonesia semakin ketat.
Tampaknya operator CDMA di Indonesia masih menggunakan jurus yang dipakai oleh operator GSM dengan memberikan porsi layanan suara lebih banyak daripada layanan content atau data. Memang hingga kini layanan suara masih mendominasi dan menjadi penyumbang utama pendapatan operator telekomunikasi. Tapi, jika operator CDMA dan content provider jeli, aplikasi-aplikasi multimedia berbasis CDMA bisa menjadi produk yang digandrungi konsumen (killer application) yang akan menjadi mesin uang baru bagi operator CDMA. Meski sekarang beberapa operator CDMA sudah mulai mencoba menggarap content, namun masih kurang inovatif dibandingkan pesaingnya dari seluler GSM. Layanan content CDMA di Indonesia cenderung meniru apa yang telah dilakukan operator GSM sehingga kurang menarik konsumen telekomunikasi.
Seiring dengan meningkatnya demand internet di Indonesia, operator CDMA perlu segera mengantisipasinya dengan mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki teknologi ini. CDMA sejatinya lebih unggul daripada sistem seluler lain dikarenakan kemampuannya mengakomodasi layanan komunikasi data berkecepatan tinggi. Potensi pasar mobile data yang belum banyak tergarap bisa menjadi sumber revenue baru sehingga operator CDMA tak hanya terpaku dengan strategi perang harga untuk menggaet pelanggan sebanyak-banyaknya. Beragam produk mobile data via CDMA bisa diluncurkan, misalnya kartu prabayar CDMA khusus untuk akses internet dengan tarif flat. Sampai saat ini belum ada operator CDMA di Indonesia yang mengeluarkan produk seperti ini padahal dengan coverage BTS (Base Transceiver System) CDMA yang begitu luas, kartu prabayar internet CDMA ini bisa mengungguli wireless fidelity (WiFi) yang jangkauannya sangat terbatas. Konsumen lebih leluasa mengakses internet dari mana saja karena mobilitas komunikasi datanya selalu terlayani, baik didalam (indoor) maupun diluar ruangan (outdoor), tidak seperti WiFi yang rancangan awalnya memang hanya untuk akses internet dalam ruangan tertutup, seperti perkantoran atau cafe. Dengan CDMA2000 kita juga tak perlu menunggu-nunggu datangnya teknologi WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access) –teknologi lanjutan WiFi untuk indoor dan outdoor- yang masih butuh waktu lama untuk mencapai tahap komersialisasi.
Pemanfaatan teknologi CDMA di Indonesia juga terkendala dengan keterbatasan handset/ponsel dan gadget (piranti) komunikasi data yang benar-benar berstandar CDMA2000-1x. Ponsel CDMA yang tersedia di pasaran kebanyakan masih menggunakan teknologi IS-95 yang merupakan generasi awal CDMA. Kemampuan ponsel jenis ini masih sebatas untuk “ngomong” dan belum bisa digunakan untuk melakukan komunikasi data berkecepatan tinggi. Harga ponsel CDMA2000 “yang beneran” memang masih mahal dan belum banyak masuk pasaran Indonesia. Kalaupun ada juga tak akan bisa digunakan secara optimal karena tidak semua operator CDMA mempunyai produk berbasis multimedia, misalnya layanan video streaming. Hal yang sama terjadi untuk PDA atau gadget lain yang berbasis CDMA. Kartu PCMCIA CDMA untuk akses internet dengan notebook atau laptop hanya satu dua merek saja yang masuk Indonesia, itupun harganya belum semurah kartu PCMCIA WiFi dan keberadaannya di sentra-sentra ponsel atau komputer masih terbilang langka.
***

Anton Timur, Praktisi Telekomunikasi